Berita Komunitas Adat 

Semangat anak-anak Suku Da’a dalam belajar

Senin (05/05/2019). Setelah beberapa hari absen, kami kembali mengajar anak-anak masyarakat adat Da’a yang bermukim di Desa Tuva, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi ini. Sama seperti sebelumnya mereka terlihat sangat antusias untuk belajar.

Pada awalnya mereka terlihat malu dengan kami. Suasana menjadi canggung. Tapi ketika pelajaran dimulai dan nama masing-masing dipangil maju kedepan, terlihat senyum polos diwajah mereka. Suasana berubah menjadi cair dan penuh keakraban.

Hari ini belajar menulis dan mengenal angka. Semua anak maju kedepan menulis angka dipapan tulis bersama-sama. Kami melihat ada beberapa anak yang masih salah salam menulis dan menyebutkan angka. Meskipun demikian terlihat semangat mereka dalam belajar dan berusaha mengingat pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya itu.

“Tesamo ne’e maeya mata. Ane maeya komi, Da’a njani komi”

(Sebut saja jangan malu. Kalau kalian malu, kalian tidak tahu), kata seorang ibu yang duduk didekat mereka.

Beliau merupakan orang tua dari salah satu anak belajar yang mendampingi anaknya. Memang dalam proses belajar-mengajar di gereja darurat itu, orang tua kadang ikut datang dari hanya sekedar ingin tahu sampai memberikan motivasi kepada anak-anak untuk rajin belajar.   

Seperti diceritakan sebelumnya, bahwa Suku Da’a beberapa bulan lalu meminta kami dari AMAN untuk mengajarkan anak-anak mereka supaya bisa menghitung, menulis dan membaca. Semangat dan kesadaran orang tua seperti ini harus tetap dijaga dengan tetap mengikutkan mereka dalam proses belajar anaknya.

Suku Da’a di Tuva merupakan masyarakat adat peladang tradisional. Mereka berpindah ke lokasi ini, Desa Tuva, beberapa tahun yang lalu. Kehidupan mereka sangat tergantung dengan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Selain berladang, mereka juga mencari rotan, membuat gula aren, membuat sapu ijuk dll untuk dikonsumsi sendiri.

Anak-anak mereka pun belum punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan formal. Hal ini karena mereka harus ikut orang tuanya diladang. Selain alasan ekonomi, bahasa juga menjadi kendala mereka dalam berinteraksi dengan “orang luar”. Hingga saat ini mereka belum bisa berbahasa Indonesia.

Pertemuan kami dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sulawesi Tengah (AMAN SULTENG) dengan Suku Da’a di Tuva ini pada saat merespon bencana alam yang terjadi beberapa bulan yang lalu. Pada saat kami memberikan bantuan di Desa Tuva, ada informasi bahwa diatas desa tersebut tinggal kelompok orang Suku Da’a yang berjumlah 9 KK yang perlu bantuan logistik karena terdampak bencana juga. Pada saat mengirimkan logistik, salah seorang tim AMAN SULTENG yang berasal dari Suku Da’a menyampaikan bahwa mereka meminta AMAN untuk mengajarkan anak-anak mereka untuk bisa membaca dan menulis.

Sudah hampir tiga bulan proses belajar mengajar ini berlangsung setiap minggu sekali. Hingga saat ini pelajaran utamanya adalah calistung (membaca, menulis dan menghitung). Jumlah siswa didik saat ini mencapai 20 anak. Meskipun selama proses belajar, jumlah anak yang ikut belajar tidak menentu. Kadang banyak, kadang sedikit.

Konsep belajar-mengajar yang dipakai AMAN SULTENG memegang prinsip bahwa semua orang adalah guru. Selain AMAN SULTENG yang ikut mendampingi belajar anak-anak, orang tua juga diajak untuk ikut terlibat aktif dalam pendidikan di Suku Da’a ini.

Secara perlahan, orang tua dari Suku Da’a menjadi “pengajar” terkait dengan adat istiadat dan pengelolaan sumberdaya alam sebagai bagian dari kehidupan Suku Da’a tersebut.

Arman Seli

Biro Infokom BPH AMAN Sulteng

Related posts

Leave a Comment